YAYASAN TSENG KAI


Sejarah Yayasan Tseng Kai

Biografi Tseng Kai

Profil Juliana Tjandra

Aspek Legal

PROFIL JULIANA TJANDRA


Sejak tahun 1958 Juliana Tjandra telah mempelajari ilmu akupunktur sekaligus membantu ayahnya, Tseng Kai, sang pelopor pengobatan akupunktur di Indonesia.



Lulus SMA pada tahun 1960 dari sekolah Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Jakarta, Juliana Tjandra kemudian melanjutkan pendidikan akupunktur di Xiamen TCM University, Xiamen, Tiongkok.

 

Pada tahun 1963 sampai tahun 1973 melakukan praktek akupunktur di R.S. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada tahun 1964-1965 mengikuti pendidikan Akupunktur Lanjutan di R.S.C.M yang pada saat itu Menteri Kesehatan Prof. DR. Satrio melalui Menteri Kesehatan Tiongkok mendatangkan seorang pakar akupunktur bernama Prof. Huang Xiang Ming untuk memberikan pendidikan bagi 22 dokter spesialis di R.S.C.M.

 

Berikut ini adalah profil lengkap Juliana tjandra di dunia akupunktur hingga saat ini, yang disadur secukupnya dari majalah InfoKursus tahun 2016.

 

=====================

Berkat kerja kerasnya mengembangkan akupunktur, Juliana Tjandra tidak hanya dikenal di dalam negeri saja, tapi juga sampai ke luar negeri. Bahkan Juliana terpilih sebagai satu-satunya wanita Indonesia yang masuk dalam personil pengurus akupunktur tingkat dunia, world Federation of Acupuncture Moxibustion Societies (WFAS).
Bagi Juliana Tjandra, dunia akupunktur sudah dikenalnya sejak kecil, makslum ayahnya Tsengkai merupakan seorang tabib yang dikenal sebagai ahli pengobatan akupunktur. Bahkan Tsengkai pernah menjadi salah satu tim dokter yang mengobati mantan Presiden Soekarno. Tidak hanya itu saja Tsengkai juga pernah mengobati Ibu Negara Ny. Fatmawati.  Tidak heran setiap kali sang ayah mengobati Ny. Fatmawati, putrinya Juliana tjandra sering kali diajaknya. Saat itu Ny. Fatmawati bermukim di Bandung Jawa Barat. Hamper setiap tiga kali seminggu Juliana Tjandra menemani sng ayah ke Bandung.
Juliana mengaku merasa senang bisa menemani sang ayah. Sekalipun  begitu Juliana Tjandra saat itu juga mulai tertarik untuk menekuni bidang akupunktur. Setiap kali ke Bandung ia selalu dijemput dengan mobil. Hanya saja karena jarak Bandung – Jakarta jauh, setiap kali tiba di Bandung  Juliana Tjandra yang saat itu baru berusia 23 tahun merasa pusing, hingga suatu ketika Ny. Fatmawati pernah menanyakan kepada Juliana, saat itu Juliana polos mengaku kalau ia seringkali merasa pusing kalau berpergian dengan mobil, apalagi jarak jauh. Sejak itu setiap kali akan ke Bandung ia bersama ayahnya dijemput dengan helikopter yang berparkir di monas. “Itu pula pengalaman pertama saya naik helikopter” kata Juliana Tjandra mengenang.
Sebagai tabib yang cukup terkenal pengobatan tusuk jarum pada masa itu, membuat pasien sng ayah semakin hari semakin banyak. Mereka tidak hanya orang biasa, bahkan sang ayah sering mengobati orang-orang tidak mampu disekitar tempat tinggalnya.
Menariknya lagi, Tseng Kai ayah Juliana saat mengobti pasiennya tidak pernah memungut biaya, ia selalu memberikan pengobtan secara Cuma-Cuma. Sebagai imbalannya dan ucapan terimakasih, pasien sering kali membawakan makanan, seperti gula, beras maupun hasil bumi. Sementara untuk membiayai keluarganya ayah Juliana hanya menggantungkan hidup dari hasil mengajar saja. Tentu penghasilan dari mengajar tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sekalipun begitu Tseng Kai, tidak mengeluh, ia merasa senang bisa membantu banyak orang.
Sebagai anak saat itu Juliana terpanggil untuk membantu menopang penghidupan keluarganya. Juliana sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar sudah membantu ekonomi keluarga. Selepas pulang sekolah ia berjualan kue buatan mamahnya. Bahkan adik-adik Juliana juga ikut membantu berjualan. Tidak hanya itu Juliana juga seringkali mengajar adik-adik kelasnya. Dengan begitu ia bisa memperoleh penghasilan tambahan untuk menopang kehidupan keluarga.
Belakangan pasien sang ayah terus bertambah, hamper seluruh waktunya dihabiskan untuk mengobati pasiennya. Bahkan seringkali untuk makan saja ayahnya tak pernah punya waktu, Juliana juga merasa kasihan dengan ayahnya. Terbesit keinginan Juliana  untuk meringankan tugas sang ayah, diam-diam hati Juliana mulai tertarik untuk belajar Ilmu pengobtan akupunktur. Mulailah Juliana membantu sang ayah dengan menjadi asistennya. Awalnya dia diminta untuk membantu mencabuti jarum di tubuh pasien ayahnya, lambat laun sang ayah melihat putrinya memiliki bakat yang besar.
Dikenalkan Akupunktur
Sekitar tahun 1960 an Juliana tertarik untuk menekuni akupunktur, sang ayah juga mulai memperkenalkan putrinya dengan buku-buku pengobatan dasar akupunktru. Dengan berbekal buku-buku pemberian ayahnya itulah Juliana dengan tekun memperdalam Ilmu pengobtan tusuk jarum tersebut. Berkat ketekunannya dalam waktu singkat Juliana sudah menguasai Ilmu akupunktur.
Setelah dengan cukup menguasai Ilmu pengobatan yang diajarkan ayahnya, Juliana ditugasi untuk melakukan pemeriksaan awal untuk membuat status, lalu di cek ayahnya. Kasus-kasus khusus yang ditemukan dibahas dan dijelaskan lebih rinci sehingga Juliana semakin mahir dan trampil dalam melakukan terapi akupunktur. Meski demikian ia tidak berminat untuk membuka praktek sendiri. Sesuai dengan tujuannya semula, ia belajar pengobatan Timur agar dapat membantu ayahnya.
Hingga suatu ketika Juliana diberi kesempaan untuk menimba Ilmu akupunktur secara korespondensi di Universitas Amoy, Xiamen, China. Dan akhirnya Juliana berhasil lulus dengan baik. Dengan berbekal ilmu yang dimilikinya itulah pada tahun 1963 kebetulan sang ayah diminta untuk membuka praktek di RS Cipto Mangunkusumo, Juliana pun ikut ayahnya menjadi tim akupunktur yang untuk pertama kalinya dibentuk di Indonesia. Sejak itulah Juliana bekerja di RS Cipto  Mangunkusumo, Juliana juga mendapat kesempatan untuk pendidikan akupunktur lanjutan dri pakar akupunktur China, Prof. Huang Xian Ming.
Seja saat itu Juliana mulai mengembangkan ilmu akupunktur, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Untuk mengembngkan akupunktur di dalam negeri, sejak tahun 1973, ia bersama ayah mendirikan kursus akupunktur dengan nama Lembaga Pendidikan Akupunktur Tseng Kai.
Tidak heran berkat kerja kerasnya mengembngkan akupunktur, Juliana tiak hanya dikenal di dalam negeri saja, tapi juga sampai ke luar negeri. Bahkan baru-bru ini Juliana trpilih sebgai satu-satunya wanita Indonesia yang masuk dalam personil pengurus  Akupunktur tingkat dunia World Federation of Acupuncture Moxibustion Societies (WFAS).
Tentu saja bagi Juliana menjadi pengurus organisasi akupunktur tingkat dunia itu sangat membanggakan. Apalagi ia satu-satunya perempuan Indonesia yang terpilih menjadi kepengurusan. Bahkan selama 23 tahun WFAS berdiri, baru kali ini  Indonesia diberi kesempatan untuk duduk dalam kepengurusan organisasi tersebut. “karena itu saya bertekad untuk memajukan Ilmu akupunktur agr tidak dipandang enteng oleh Negra maju” kata Juliana.
Tidak hanya itu, sejumlah jabatan bergengsi di tanah air juga pernah di sandangnya. Seperti misalnya ketua III Ikatan akupunktur Indonesia dan Wakit ketua Persatuan akupunkturis Seluruh Indonesia (PAKSI).  Juliana juga menjadi Sekjen Himpunan Seluruh Pendidik dan Penguji Indonesia (HISPPI). Selain itu Juliana juga perna menduduki sebagai wakil ketua di subkonsorsium akupunktur di bawah Direktorat Pendidikan Masyarakat. Sekjen Perkumpulan Pancaran Hidup (PAHOA), ia juga menjadi tenaga pendidik dan penguji Nasional Akupunktur ddan penguji Internasional (WFAS). Bahkan sejak 1996 ia juga pernah memegang jabatan sebagai Direktur Kesehatan Klinik Pusaka Timur.
Anggota Tim Dokter Kepresidenan
Tidak hanya itu saja, Juliana juga pernah  menjadi salah satu anggota tim dokter kepresidenan era Pemerintahan Abdurahman Wahid. Bagi perempuan kelahiran 1942 itu menjadi anggota tim dokter Mantan Presiden Abdurahman Wahid tentu mengjadi kebanggaan trsendiri. “Tidak semua orang bisa menjadi tim dokter Presiden” kata Juliana bangga.
Sekalipun begitu Juliana mengaku menjadi anggota Tim dokter Presiden secara kebetulan saja. Ceritanya bermula ketika ia dihubungi mantan bosnya pemilik pengusaha Bhakti Group, saat itu ia meminta Juliana untuk mencarikan dokter untuk Presiden Abdurahman Wahid. Hanya saja saat itu Bos Bhakti itu berpesan agar tidak perlu memberitahu kalau calon pasiennya seorang presiden.
Tanpa membuang-buang waktu, Juliana segera menghubungi Deparemen Kesehatan RRC, Maklum sebagai akupunkturis kelas dunia nama Juliana memang sudah dikenal dan memepunyai hubungan baik dengan Departemen Kesehatan RRC, sehingga tidak sulit baginya untuk mencarikan doktr buat Presiden Abdurahman Wahid. Alhasil, pihak Depkes RRC belakangan menghubungi Juliana. Mereka menanyakan siapa calon pasiennya, sebab sebelumnya ia pernah dipesan untuk tidak mengatakan pasiennya adalah seorang presiden. Tapi saat itu Juliana tidak kehabisan akal, ia hanya menyebutkan orang pertama di Indonesia.
Belakangan Juliana kembali dihubungi pihak Depkes RRC. Tapi sayangnya saat itu Juliana belum diberitahu nama dokternya, sekalipun begitu ia segera melaporkan informasi tersebut ke salah satu tim dokter Gus Dur. Prof. Dr.Sidarta. untuk itu Juliana menyarankan untuk survey ke RRC. Dengan begitu akan diketahui siapa dokternya dan rumah sakit yang akan dipakai Gus Dur untuk berobt.
Singkat cerita Juliana berangkat bersama tim dokter presiden ke RRC. Disana ternyata Juliana diberitahu kalao doktr yang akan menangani Gus Dur adalah Dr. Tang You Ze, tentu saja Juliana bersyukur, sebab welama ini Dr. Tang You Ze memang dikenal sering kali menangani presiden dari Negara  lain. Selama di RRC rombongan tim dokter kepresidenan juga sempat melihat fasilitas yang dimiliki rumah sakit tersebut. Sekilas rumah sakitnya memang sederhana, tapi siapa sangka peralatan yang dimilikinya semua menggunakan teknologi canggih, setelah dianggap sukup,  rombongan pun pulang ke Jakarta.
Beberapa waktu kemudian, rombongan Presiden Abdurahman Wahid ke China. Juliana dipercaya untuk menjadi penerjemah  Dr. Tang You Ze. Ia harus menuliskan semua hasil diagnose dokter, tentu saja dalam menjalankan pekerjaan itu Juliana mengaku  sangat berhati-hati, sebab salah sedikit saja menerjemahkan akan berakibat fatal, tapi syukurlah Juliana bisa menjalani tugas itu dengan baik, hingga rombongan Presiden kembali ke Indonesia.
Sejak itu, Juliana harus berkantor di Istana untuk menemani doktrnya Gus Dur. Setiap pagi hingga sore hari, ia harus berada di Istana presiden. Belakangan hubungan Juliana  dengan Gus Dur semakin bertambah dekat. Bahkan hubungannya semakin akrab. Tidak jarang Juliana bercerita banyak hal kepada Gus Dur, hingga suatu ketika Juliana sempat bercerita kalau sewaktu pulang dari RRC ia sempat membawa beberapa buku RRC, tapi sayangnya saat itu buku-buku itu harus diamankan oleh pemerintah. Maklum saat itu memang belum diperbolehkan masuk buku-buku asal RRC. Tapi belakangan Juliana justru terkejut. Ternyata Gus Dur merasa prihatin dengan kondiri itu, belakangan di era pemerintah Gus Dur pula larangan masuknya buku-buku berbahasa mandarin dicabut. Sejak saat itulah banyak buku-buku berbahasa mandarin yang masuk ke Indonesia.
Kiprah Juliana tidak sampai disitu saja. Prempuan kelahiran 1942 juga seringkali menjadi pembicara dalam forum kesehatan dunia. Bahkan disela kesibukannya ia juga masih menyempatkan diri untuk menulis buku. Dia bua buku telah disusunnys. Berkat kiprahnya itu sebuah perguruan tinggi di Amerika pernah menganugrahkan gelar “Doctor (Honoris causa ) in Chinese Medicine” . kini kendati usia sudah senja, tapi semangatnya untuk mengembangkan akupunktur tidak pernah luntur dihati Juliana.
Bulletin INFO KURSUS
Media Informasi Ditbinsuslat. Ditjen PAUD & DIKMAS, KEMENDIKBUD

Juliana Tjandra:

Menjadi Pengurus Akupunktur Tingkat Dunia

 

Berkat kerja kerasnya mengembangkan akupunktur, Juliana Tjandra tidak hanya dikenal di dalam negeri saja, tapi juga sampai ke luar negeri. Bahkan Juliana terpilih sebagai satu-satunya wanita Indonesia yang masuk dalam personil pengurus akupunktur tingkat dunia, World Federation of Acupuncture Moxibustion Societies (WFAS).

 

Bagi Juliana Tjandra, dunia akupunktur sudah dikenalnya sejak kecil, maklum ayahnya Tsengkai merupakan seorang tabib yang dikenal sebagai ahli pengobatan akupunktur. Bahkan Tsengkai pernah menjadi salah satu tim dokter yang mengobati mantan Presiden Soekarno. Tidak hanya itu saja Tsengkai juga pernah mengobati Ibu Negara Ny. Fatmawati.  Tidak heran setiap kali sang ayah mengobati Ny. Fatmawati, putrinya Juliana tjandra sering kali diajaknya. Saat itu Ny. Fatmawati bermukim di Bandung, Jawa Barat. Hampir setiap tiga kali seminggu Juliana Tjandra menemani sang ayah ke Bandung. Juliana mengaku merasa senang bisa menemani sang ayah. Sekalipun  begitu Juliana Tjandra saat itu juga mulai tertarik untuk menekuni bidang akupunktur. Setiap kali ke Bandung ia selalu dijemput dengan mobil. Hanya saja karena jarak Bandung - Jakarta jauh, setiap kali tiba di Bandung, Juliana Tjandra yang saat itu baru berusia 23 tahun merasa pusing, hingga suatu ketika Ny. Fatmawati pernah menanyakan kepada Juliana, saat itu Juliana polos mengaku kalau ia seringkali merasa pusing kalau berpergian dengan mobil, apalagi jarak jauh. Sejak itu setiap kali akan ke Bandung ia bersama ayahnya dijemput dengan helikopter yang berparkir di monas. “Itu pula pengalaman pertama saya naik helikopter” kata Juliana Tjandra mengenang.


Sebagai tabib yang cukup terkenal pengobatan tusuk jarum pada masa itu, membuat pasien sang ayah semakin hari semakin banyak. Mereka tidak hanya orang biasa, bahkan sang ayah sering mengobati orang-orang tidak mampu disekitar tempat tinggalnya. Menariknya lagi, Tseng Kai ayah Juliana saat mengobati pasiennya tidak pernah memungut biaya. Ia selalu memberikan pengobatan secara cuma-cuma. Sebagai imbalan dan ucapan terimakasih, pasien sering kali membawakan makanan, seperti gula, beras maupun hasil bumi. Sementara untuk membiayai keluarganya ayah Juliana hanya menggantungkan hidup dari hasil mengajar saja. Tentu penghasilan dari mengajar tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sekalipun begitu Tseng Kai, tidak mengeluh, ia merasa senang bisa membantu banyak orang.

 

Sebagai anak saat itu Juliana terpanggil untuk membantu menopang penghidupan keluarganya. Juliana sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar sudah membantu ekonomi keluarga. Selepas pulang sekolah ia berjualan kue buatan mamahnya. Bahkan adik-adik Juliana juga ikut membantu berjualan. Tidak hanya itu Juliana juga seringkali mengajar adik-adik kelasnya. Dengan begitu ia bisa memperoleh penghasilan tambahan untuk menopang kehidupan keluarga. Belakangan pasien sang ayah terus bertambah, hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk mengobati pasiennya. Bahkan seringkali untuk makan saja ayahnya tak pernah punya waktu, Juliana juga merasa kasihan dengan ayahnya. Terbesit keinginan Juliana  untuk meringankan tugas sang ayah, diam-diam hati Juliana mulai tertarik untuk belajar ilmu pengobatan akupunktur. Mulailah Juliana membantu sang ayah dengan menjadi asistennya. Awalnya dia diminta untuk membantu mencabuti jarum di tubuh pasien ayahnya, lambat laun sang ayah melihat putrinya memiliki bakat yang besar.

 

Dikenalkan Akupunktur

Sekitar tahun 1960 an Juliana tertarik untuk menekuni akupunktur, sang ayah juga mulai memperkenalkan putrinya dengan buku-buku pengobatan dasar akupunktru. Dengan berbekal buku-buku pemberian ayahnya itulah Juliana dengan tekun memperdalam ilmu pengobatan tusuk jarum tersebut. Berkat ketekunannya dalam waktu singkat Juliana sudah menguasai Ilmu akupunktur. Setelah dengan cukup menguasai Ilmu pengobatan yang diajarkan ayahnya, Juliana ditugasi untuk melakukan pemeriksaan awal untuk membuat status, lalu di cek ayahnya. Kasus-kasus khusus yang ditemukan dibahas dan dijelaskan lebih rinci sehingga Juliana semakin mahir dan trampil dalam melakukan terapi akupunktur. Meski demikian ia tidak berminat untuk membuka praktek sendiri. Sesuai dengan tujuannya semula, ia belajar pengobatan Timur agar dapat membantu ayahnya.

 

Hingga suatu ketika Juliana diberi kesempaan untuk menimba ilmu akupunktur secara korespondensi di Universitas Amoy, Xiamen, China. Dan akhirnya Juliana berhasil lulus dengan baik. Dengan berbekal ilmu yang dimilikinya itulah pada tahun 1963 kebetulan sang ayah diminta untuk membuka praktek di RS Cipto Mangunkusumo, Juliana pun ikut ayahnya menjadi tim akupunktur yang untuk pertama kalinya dibentuk di Indonesia. Sejak itulah Juliana bekerja di RS Cipto  Mangunkusumo, Juliana juga mendapat kesempatan untuk pendidikan akupunktur lanjutan dari pakar akupunktur China, Prof. Huang Xian Ming. Sejak saat itu Juliana mulai mengembangkan ilmu akupunktur, tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri. Untuk mengembangkan akupunktur di dalam negeri, sejak tahun 1973, ia bersama ayah mendirikan kursus akupunktur dengan nama Lembaga Pendidikan Akupunktur Tseng Kai.


Tidak heran berkat kerja kerasnya mengembangkan akupunktur, Juliana tidak hanya dikenal di dalam negeri saja, tapi juga sampai ke luar negeri. Bahkan baru-baru ini Juliana terpilih sebagai satu-satunya wanita Indonesia yang masuk dalam personil pengurus  akupunktur tingkat dunia World Federation of Acupuncture Moxibustion Societies (WFAS). Tentu saja bagi Juliana menjadi pengurus organisasi akupunktur tingkat dunia itu sangat membanggakan. Apalagi ia satu-satunya perempuan Indonesia yang terpilih menjadi kepengurusan. Bahkan selama 23 tahun WFAS berdiri, baru kali ini  Indonesia diberi kesempatan untuk duduk dalam kepengurusan organisasi tersebut. “Karena itu saya bertekad untuk memajukan Ilmu akupunktur agar tidak dipandang enteng oleh negara maju” kata Juliana.


Tidak hanya itu, sejumlah jabatan bergengsi di tanah air juga pernah di sandangnya. Seperti misalnya ketua III Ikatan Akupunktur Indonesia dan Wakil Ketua Persatuan Akupunkturis Seluruh Indonesia (PAKSI).  Juliana juga menjadi Sekjen Himpunan Seluruh Pendidik dan Penguji Indonesia (HISPPI). Selain itu Juliana juga pernah menduduki Wakil Ketua di subkonsorsium akupunktur di bawah Direktorat Pendidikan Masyarakat. Di Sekjen Perkumpulan Pancaran Hidup (PAHOA), ia juga menjadi tenaga pendidik dan penguji nasional akupunktur dan penguji internasional (WFAS). Bahkan sejak 1996 ia juga pernah memegang jabatan sebagai Direktur Kesehatan Klinik Pusaka Timur. 

 

Anggota Tim Dokter Kepresidenan

Tidak hanya itu saja, Juliana juga pernah  menjadi salah satu anggota tim dokter kepresidenan era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur). Bagi perempuan kelahiran 1942 itu, menjadi anggota tim dokter kepresidenan Presiden Abdurahman Wahid tentu menjadi kebanggaan tersendiri. “Tidak semua orang bisa menjadi tim dokter Presiden” kata Juliana bangga. Singkat cerita Juliana berangkat bersama tim dokter kepresidenan ke RRC. Disana ternyata Juliana diberitahu kalau dokter yang akan menangani Gus Dur adalah Dr. Tang You Ze. Tentu saja Juliana bersyukur, sebab selama ini Dr. Tang You Ze memang dikenal sering kali menangani presiden dari negara  lain. Selama di RRC rombongan tim dokter kepresidenan juga sempat melihat fasilitas yang dimiliki rumah sakit tersebut. Sekilas rumah sakitnya memang sederhana tapi siapa sangka peralatan yang dimilikinya semua menggunakan teknologi canggih. Setelah dianggap cukup,  rombongan pun pulang ke Jakarta.


Sejak itu, Juliana harus berkantor di Istana Kepresidenan untuk menemani dokternya Gus Dur. Setiap pagi hingga sore hari, ia harus berada di Istana Kepresidenan. Tidak jarang Juliana bercerita banyak hal kepada Gus Dur hingga suatu ketika Juliana sempat bercerita kalau sewaktu pulang dari RRC ia sempat membawa beberapa buku RRC tapi sayangnya saat itu buku-buku itu harus diamankan oleh pemerintah RI. Maklum saat itu memang belum diperbolehkan masuk buku-buku asal RRC. Ternyata Gus Dur merasa prihatin dengan kondisi itu dan kemudian di era pemerintah Gus Dur larangan masuknya buku-buku berbahasa mandarin dicabut. Sejak saat itulah banyak buku-buku berbahasa mandarin yang masuk ke Indonesia.

Kiprah Juliana tidak sampai disitu saja. Perempuan kelahiran 1942 juga seringkali menjadi pembicara dalam forum kesehatan dunia. Bahkan disela kesibukannya ia juga masih menyempatkan diri untuk menulis buku. Dua buku telah disusunnya. Berkat kiprahnya itu sebuah perguruan tinggi di Amerika pernah menganugerahkan gelar “Doctor (Honoris causa ) in Chinese Medicine” . Kini kendati usia sudah senja, tapi semangatnya untuk mengembangkan akupunktur tidak pernah luntur dihati Juliana.

 

Bulletin INFO KURSUS

Media Informasi Ditbinsuslat. Ditjen PAUD & DIKMAS, KEMENDIKBUD

=====================