YAYASAN TSENG KAI


Sejarah Yayasan Tseng Kai

Biografi Tseng Kai

Profil Juliana Tjandra

Aspek Legal

BIOGRAFI TSENG KAI


"Orang yang pernah ikut mengobati almarhum Bung Karno dengan tusuk jarum adalah Tseng Kai", kata Nyonya A. Suryono.



Tseng Kai adalah seorang tabib yang sudah sejak lama dikenal ahli mengobati orang sakit dengan cara tusuk jarum, pengobatan tradisional Tiongkok yang belakangan ini terkenal dengan sebutan akupunktur. Ia telah enam kali bersama-sama team dokter RRC mengobati Presiden RI pertama, almarhum Soekarno (Bung Karno) ketika beliau dalam keadaan sakit yang gawat. Tseng Kai menjadi pelopor digunakannya pengobatan akupunktur di RSUP Ciptomangunkusumo, bahkan telah diresmikan sebagai salah satu klinik pengobatan yang tersendiri dari RSUP. Namun nama Tseng Kai jarang disebut orang karena ia tidak menyukai publikasi.

 

Tseng Kai, lahir di Shanghai tahun 1912, adalah orang yang keras hati dalam mencapai cita-cita dan hasrat hatinya. Sejak kecil ia tinggal bersama pamannya yang kebetulan ahli mengobati orang sakit dengan tusuk jarum. Bertahun-tahun sejak masih muda, Tseng Kai tekun belajar membantu pamannya dan ia belajar banyak kepada ahli akupunktur kenamaan di seluruh daratan Tiongkok, ia pergi ke Kanton dan disana ia belajar pada Oe Thien Mien, di Peking ia belajar pada Yang Tjiah Shen, di Shanghai ia belajar pada Wang Shien Min dokter yang dikirim oleh pemerintah RRC untuk mengobati almarhum Bung Karno dan di propinsi Hokian ia belajar pada dokter San Meng Yun serta Cin Yin Lung. Ternyata di setiap propinsi dimana Tseng Kai belajar terdapat perbedaan-perbedaan metode penyembuhan dengan akupunktur. Kendati pada prinsipnya tidak bertentangan, tetapi perbedaan itu ternyata membawa pengaruh pada Tseng Kai menjalankan prakteknya, dengan demikian Tseng Kai menyadari perbedaan-perbedaan disebabkan karena pengaruh iklim.

 

Tseng Kai juga belajar secara pribadi dengan seorang Dokter modern dari Jerman, dan dokter tersebut menganjurkan agar Tseng Kai mengkawinkan ilmu yang diperolehnya secara tradisional dengan ilmu pengobatan modern. Setelah Tseng Kai merasa pengetahuannya cukup ia meninggalkan Tiongkok daratan dan menetap di Hongkong.Di daerah koloni Inggris tersebut Tseng Kai membuka praktek dan menikah dengan seorang wanita disana. Karena merasa pekerjaannya selalu diawasi , pada tahun 1937 Tseng Kai bersama istrinya pergi merantau ke Indonesia dan menetap di Jakarta dan memberikan kursus secara kecil-kecilan kepada para kenalannya. Selama 20 tahun memberikan kursus barulah Tseng Kai membuka praktek pengobatan akupunktur yang pertama di Jakarta dengan cuma-Cuma dan ia tetap memberikan pengajaran kepada orang-orang yang berminat yang dibantu oleh anaknya Juliana Tjandra yang berumur 8 tahun.

 

Empat tahun lamanya ia memberikan pengobatan cuma-cuma dan selama itu pasiennya semakin banyak. Ia merasa bahagia telah menolong orang lepas dari penderitaannya. Orang yang datang berobat kepadanya bukan hanya dari kalangan bawah, tetapi juga dari kalangan atas seperti para diplomat dan karyawannya, para orang-orang intelektual yang percaya pengobatan tradisional. Di samping itu orang-orang yang minta diajarkan pengobatan tusuk jarum bukan orang sembarangan. Kebanyakan dari mereka adalah para dokter yang sudah berdinas di rumah sakit serta memiliki reputasi tinggi di bidang kedokteran, seperti halnya dokter Siok Liong, dokter Wie Tiong Yang, dokter Tio Tjong Loh, dokter Kwek Thi Hong, profesorWie Eng Tie dan banyak lagi.Dan hal itulah yang membawa sejarah baru dalam dunia pengobatan akupunktur di Indonesia.

 

Kendati kala itu Tseng Kai mengobati orang sakit secara cuma-cuma, namun ia tidak merasa gusar karena hidupnya sekeluarga masih bisa dibiayai dari hasil Tseng Kai mengajar. Suasana tersebut menjadi berubah ketika dokter Sumarno yang kala itu menjadi gubernur di DKI Jakarta tahun 1961 datang berobat kepadanya. Sumarno merasa heran dan takjub mengapa Tseng kai mengobati dengan cuma-cuma dan ia tidak memikirkan dirinya sendiri.

 

Usaha tusuk jarum dalam pengobatan orang sakit semakin lama semakin santer menjadi pembicaraan orang banyak, terlebih di kalangan para dokter dan kaum ilmuan lainnya. Tapi belum seorangpun yang tergugah hatinya untuk menempatkan cara-cara pengobatan tradisional dijadikan sebagai metode penyembuhan orang-orang sakit berdampingan dengan pengobatan modern.

 

Hal tersebut baru menjadi perbincangan para dokter dikalangan Departemen Kesehatan ketika tahun 1962, profesor dokter Sutomo ahli bedah kenamaan di RSUP Ciptomangunkusumo menderita sakit rematik dan hampir mengalami kelumpuhan total. Dokter Sutomo yang kini sudah almarhum, pernah berobat ke Amerika Serikat selama 6 bulan , tapi sekembalinya dari sana belum sembuh bahkan mengalami kejang lidah hingga Sutomo tidak bisa makan.

 

Dokter Sutomo almarhum sudah sejak lama mendengar bahwa tusuk jarum sebagai pengobatan tradisional sangat ampuh menyembuhkan bermacam penyakit yang ada hubungannya dengan saraf, linu pegal rematik dan kelumpuhan, namun ia belum mempercayai seratus persen. Karena itulah ia ingin mencoba dan mengunjungi Tseng Kai utk menyembuhkan lidahnya agar ia bisa makan dengan sempurna.

 

Kedatangan dokter Sutomo membawa angin baru untuk Tseng Kai, karena baru sekali tusuk Sutomo bisa makan. Tentu saja hal itu mendatangkan keheranan dan keesok harinya dengan diantar sanak keluarganya, Sutomo datang kembali dan meminta agar seluruh penyakit rematiknya diobati.

 

Dengan besar hati Tseng Kai melayani. Setelah 30 kali tusuk, dokter Sotomo sudah bisa jalan dengan menggunakan tongkat. 50 kali tusuk sudah tidak lagi menggunakan tongkat, dan 75 kali tusuk dokter Sutomo sudah bisa menyetir mobil. Dan dalam keseratus kali dokter Sutomo sudah sembuh sama sekali.

 

Pengalaman itu sangat menakjubkan, dan Sutomo melaporkannya kepada profesor dokter Satrio yang kala itu menjadi Mentri Kesehatan RI . Kebetulan di bulan Agustus 1962 di langsungkan kongres Ikatan Dokter Indonesia dan dihadapan para peserta kongres dokter Sutomo tanpa sungkan-sungkan mengisahkan pengalamannya dan menjadi topik pembicaraan ramai. Pengalaman yang mungkin saja sukar dilupakan dari ingatan itu, oleh Dokter Sutomo, dituliskan dalam buku kenang-kenangan yang diterbitkan panitia kongres. Sutomo juga meminta agar Tseng Kai membuat tulisan tentang sejarah akupunktur untuk dipelajari.

 

Tseng Kai diundang dokter Sutomo untuk memberikan pengobatan di RSUP sebagai percobaan. Disana para dokter yang pernah belajar akupunktur mulai mempraktekan ilmunya. Setelah dua tahun kemudian Mentri Kesehatan meresmikan berdirinya klinik akupunktur sebagai bagian dari RSUP Ciptomangunkusumo dengan fasilitas yang tinggi.

 

Dengan diresmikan klinik tersebut, barulah pasien-pasien dari luar RSUP dapat diterima secara langsung. Tseng Kai mendapatkan kehormatan lagi ketika almarhum Bung Karno mengalami sakit yang gawat, pemerintah RRC mengirimkan serombongan dokter ahli akupunktur Indonesia dipimpin oleh dokter Kwang Seng Mien.

 

Sesampainya di Jakarta, tim meminta agar mereka didampingi oleh ahli-ahli Indonesia dan RSUP mengutus Tseng Kai dengan maksud jika pengobatan belum selesai dan mereka sudah kembali ke negaranya. Dan yang diobati bukan Almarhum Bung Karno saja, tetapi juga anggota keluarga dan anggota kabinet.

 

Tahun 1973 Tseng Kai berhenti dari RSUP dan dokter-dokter yang lainnya mengajak Tseng Kai ikut dalam Lembaga Akupunktur yang mereka bentuk. Selama disana digunakan untuk menulis buku tentang akupunktur. Tahun 1975 Tseng Kai berhenti dari lembaga Akupunktur dan ia ingin membuka praktek sendiri, serta memberikan pengajaran kepada orang lain.

 

Apakah menjadi ahli akupunktur itu harus seorang dokter? "Tidak", kata Tseng Kai. Yang paling penting adalah tamat SMA, itu adalah ukuran standar.

 

Di akhir hayatnya, pada tanggal 29 Desember 2007 Pk. 09.55 pagi Di Hongkong, Tseng Kai memberi pesan terakhir kepada keluarganya untuk meneruskan perjuangan dan cita-cita yang telah dirintisnya. Melalui putrinya (Juliana Tjandra) dan cucu putrinya (Lilis Christine), Lembaga Pendidikan Akupunktur Tseng Kai dan Klinik Akupunktur Vikrist berkembang pesat sesuai dengan amanah dari Tseng Kai.